Jumat, 31 Januari 2014

EKOLOGI INDUSTRI BATUBARA

BAB II
ISI

2.1 Profil PT Berau Coal
VISI
“Menunjang perwujudan masa depan cemerlang melalui peran aktifnya sebagai pengalihragam energi yang eksponensial”
MISI
“Usaha kami adalah mengelola sumber daya alam menjadi sumber energi dengan standard operasional yang mengutamakan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.”
Berau Coal didirikan pada tahun 1983 untuk melakukan survey, mengeksplorasi, mengembangkan dan melakukan penambangan batubara, serta untuk memindahkan, menyimpan, menjual dan mengeksplor batubara dari area yang menjadi wilayah konsesinya. Pada tahun 1983, Berau Coal menandatangani PKP2B dengan PT. Perusahaan Umum Tambang Batubara (PUTB), perusahaan milik negara yang memiliki kewenangan untuk memberikan konsesi pertambangan batubara. Sesuai PKP2B tersebut Berau coal memperoleh izin untuk melakukan kegiatan penambangan di wilayah konsesinya yang meliputi 487.217 hektar di Kalimantan Timur, Indonesia. Setelah melakukan studi kelayakan penambangan dan sebagaimana ternyata di dalam Keputusan tentang Penciutan dan Perluasan Wilayah Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Tahap Kegiatan Berau Coal yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, pada 7 April 2005 Berau Coal melepaskan dengan sukarela sebagian wilayah konsensinya, sehingga hanya memiliki 118.400 hektar sisa wilayah konsesi.
Berau Coal pada saat ini mengoperasikan 3 tambang aktif,.Setiap situs tambang dikerjakan oleh kontraktor yang berbeda dengan pengawasan kualitas yang ketat oleh perusahaan.
·         Situs tambang Lati
Dari situs Lati, batubara diproduksi dan diracik menjadi merek Agathis dan Sungkai. Jumlah cadangan batubara yang dimaksud senilai lebih dari 745 juta ton. Batubara digali dengan ekskavator ( penggaruk) hidrolik dan dimuat pada truk tumpah. Dari situs tambang, batubara diangkut ke instalasi proses melalui poros jalan yang mapan pada segala cuaca. Batubara kemudian dihancurkan hingga ukuran yang telah dirancang dan ditetapkan kemudian ditempatkan pada penimbunan lalu dimuat ke tongkang.
·         Situs Binungan
Dari lokasi tambang di Binungan, batubara diracik menjadi jenis dan merk Eboy dan Mahoni/Mahoni B. Pada lokasi ini keseluruhan cadangan batubara yang layak ditambang pada Blok 1-4, Blok 5, 6 dan 7 lebih dari 300 juta ton. Proses penambangan mirip seperti yang dilakukan di Lati. Dari lokasi penambangan, batubara diangkut instalasi pemecahan batubara yang berjarak kira-kira 2.5 km. Batubara tersebut kemudian di hancurkan, diaduk dan dimuat ke dalam truk. Dari sana, batubara yang siap dipasarkan ini diangkut sejauh 28 km menuju terminal batubara Suaran untuk diaduk menjadi stok produk dan selanjutnya dimuat ke tongkang.
·         Situs Sambarata
Pada lokasi ini diproduksi batubara jenis dan merek Eboni. Situs ini memiliki cadangan sekitar 190 juta ton. Proses penambangan hingga dimuat di tongkang sama dengan Lati dan Binungan namun jarak dari lokasi penambangan ke instalasi pemecahan batubara lebih pendek yaitu 2 km.
Berau Coal menyediakan batubara, baik secara langsung maupun melalui agen pemasaran, kepada pelanggan-pelanggan di Indonesia dan negara-negara  lainnya di Asia. Pelanggan-pelanggannya sebagian besar merupakan perusahaan-perusahaan utilitas dan perdagangan batubara yang membeli batubara untuk dijual kembali. Dalam beberapa tahun terakhir, Berau Coal menghasilkan kurang lebih 40% dari total penjualannya dari penjualan domestic dan sekitar 60% sisanya dari penjualan ke luar negeri. Berau Coal mengekspor batubaranya ke pelanggan-pelanggan di Cina, Hong Kong, India, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand. 
Berau Coal memproduksi batubara “thermal” dari 3 lokasi pertambangannya yang dipasarkan menggunakan 4 label: “Mahoni”, “Mahoni B”, “Agathis”, dan “Sungkai”, dengan kualitas kalori berkisar antara 5000-5600 kcal/kg dan dengan kualitas abu dan sulfur yang sesuai untuk pembangkit batubara di Indonesia dan Negara-negara Asia lainnya.

2.2. Proses Penambangan Batubara
2.2.1 Pembersihan lahan (land clearing).
Pembersihan lahan ini dilaksanakan untuk memisahkan pepohonan dari tanah tempat pohon tersebut tumbuh, sehingga nantinya tidak tercampur dengan tanah subsoilnya. Pepohonan (tidak berbatang kayu keras) yang dipisahkan ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai humus pada saat pelaksanaan reklamasi.
Kegiatan pembersihan lahan ini baru dilaksanakan pada lahan yang benar-benar segera akan ditambang. Sedangkan lahan yang belum segera ditambang wajib tetap dipertahankan pepohonan yang tumbuh di lahan tersebut. Hal ini sebagai wujud bahwa perusahaan tambang tetap memperhatikan aspek pengelolaan atau lindungan lingkungan tambang.

2.2.2 Pengupasan tanah pucuk (top soil).
Pengupasan tanah pucuk ini dilakukan terlebih dulu dan ditempatkan terpisah terhadap batuan penutup (over burden), agar pada saat pelaksanaan reklamasi dapat dimanfaatkan kembali. Pengupasan top soil ini dilakukan sampai pada batas lapisan subsoil, yaitu pada kedalaman dimana telah sampai di lapisan batuan penutup (tidak mengandung unsur hara).
Kegiatan pengupasan tanah pucuk ini terjadi jika lahan yang digali masih berupa rona awal yang asli (belum pernah digali/tambang). Sedangkan untuk lahan yang bekas “peti (penambangan liar)” biasanya lapisan top soil tersebut telah tidak ada, sehingga kegiatan tambang diawali langsung dengan penggalian batuan penutup.
Tanah pucuk yang telah terkupas selanjutnya di timbun dan dikumpulkan pada lokasi tertentu yang dikenal dengan istilah Top Soil Bank. Untuk selanjutnya tanah pucuk yang terkumpul di top soil bank pada saatnya nanti akan dipergunakan sebagai pelapis teratas pada lahan disposal yang telah berakhir dan memasuki tahapan program reklamasi.

2.2.3 Pemompaan air tambang (jika terdapat genangan air di pit).
Pemompaan air tambang dilakukan dengan menggunakan mesin pompa Allight dan Caterpillar dengan kapasitas maksimal masing-masing sekitar 200 lt/dt. Pompa ini tidak setiap saat digunakan, penggunaannya hanya apabila kondisi tambang cukup terganggu dengan adanya genangan air dalam jumlah banyak.
Air hasil kegiatan pemompaan air tambang ini disalurkan ke kolam penampungan (settling pond) yang terdiri dari 3 kompartemen, yaitu :
·         Kompartemen pertama, untuk mengendapkan kandungan lumpur yang ikut larut dalam aliran air tambang yang terpompa.
·         Kompartemen kedua, untuk penanganan (treatmen) kualitas pH air tambang yang dihasilkan, dimana air tambang harus ber-pH standard sesuai batasan baku mutu air tambang yang diijinkan.
·         Kompartemen ketiga, untuk kolam penstabilan air tambang dan titik penataan kualitas air tambang sebelum air tambang tersebut disalurkan ke perairan umum atau sungai.

Mengapa air tambang ini harus disalurkan ke settling pond terlebih dulu, untuk selanjutnya baru boleh disalurkan ke perairan umum ? hal ini sebagai upaya pencegahan terjadinya air asam tambang (AAT). AAT adalah air yang berasal dari areal pertambangan yang bersifat asam (ph<7) sebagai akibat teroksidasinya mineral sulfide pada batuan pada kondisi lahan yang terbuka dan adanya air. Sifat AAT adalah asam sehingga cenderung merusak lingkungan, baik terhadap hewan biota air maupun tumbuhan disekitar perairan tersebut.

2.2.4 Penggalian tanah penutup (over burden).
Penggalian batuan penutup (over burden, disingkat OB) dilakukan pertama kali dengan menggunakan alat gali berupa alat berat jenis big bulldozer yang berfungsi sebagai alat pemecah bebatuan (prosesripping dan dozing). Batuan penutup yang telah hancur tersebut selanjutnya diangkat oleh alat berat jenis excavator dan dipindahkan ke alat angkut. Sedangkan alat angkut batuan penutup ini berupa dump truck dengan kapasitas muat/angkut maksimal 20 ton. Dump truck ini beroperasi dari loading point di front tambang menuju ke areal disposal yang berjarak 4 km (pulang pergi).
Penimbunan batuan penutup di disposal ini harus dilakukan secara bertahap, yaitu dimulai dengan membuat lapisan OB dasar seluas areal disposal (luas maksimal) yang telah ditentukan. Untuk selanjutnya dilakukan kegiatan penimbunan OB naik ke atas secara bertahap atau berjenjang dengan luasan semakin mengecil, hingga membentuk sebuah bukit atau gunung yang berterasering.<br />Jika disposal ini nantinya telah dinyatakan selesai, maka permukaan terasering disposal akan diberi lapisan top soil (diambil dari top soil bank) setebal sekitar 50 ~ 100 centimeter dan permukaan akhir dibentuk kontur landai membentuk bukit/ gunung yang rata (tidak terasering). Sedangkan derajat kemiringan kontur bukit ini sekitar 14 derajat. Hal ini untuk menghindari terfokusnya air limpasan disposal sehingga dapat menimbulkan erosi yang besar (tidak ramah lingkungan).

2.2.5 Penambangan batubara (coal cleaning & coal getting ke ROM).
Setelah penggalian batuan penutup selesai dan lapisan batubara mulai terekspose, maka kegiatan penambangan berikutnya adalah proses pembersihan lapisan batubara dari unsure pengotor (sisa batuan penutup dan/atau parting). Kegiatan ini dikenal dengan istilah coal cleaning. Hasil kegiatan coal cleaning ini adalah lapisan batubara yang bersih dan berkualitas.
Proses coal cleaning ini dilakukan oleh alat excavator yang telah dilengkapi dengan cutting blade pada sisi luar kuku bucket. Hal ini menjadikan ujung bucket bukan berupa kuku tajam, melainkan berupa ujung bucket yang datar rata. Unsur pengotor yang berada di atas lapisan batubara dapat dihilangkan hingga sebersih mungkin.


Sedangkan proses pemuatan batubara ke alat angkut dilakukan oleh unit excavator, dimana alat angkut yang digunakan yaitu dump truck dengan kapasitas muatan 20 ton. Selanjutnya batubara tersebut diangkut menuju ke stockpile mini tambang (ROM). Hal ini dilakukan agar proses penambangan batubara di front tambang dapat berlangsung lebih cepat, jika dibandingkan dengan pengangkutan batubara secara langsung dari front tambang ke stockpile pelabuhan.
2.3 Proses Pengolahan Batubara
Batu bara yang langsung diambil dari bawah tanah, disebut batu bara tertambang run-of-mine (ROM), seringkali memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan seperti batu dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai ukuran. Namun demikian pengguna batu bara membutuhkan batu bara dengan mutu yang konsisten. Pengolahan batu bara – juga disebut pencucian batu bara (“coal benification” atau “coal washing”) mengarah pada penanganan batu bara tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu.
Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batu bara dan tujuan penggunaannya. Batu bara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran.
Untuk menghilangkan kandungan campuran, batu bara terambang mentah dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran. Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode ‘pemisahan media padatan.’ Dalam proses demikian, batu bara dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit tanah halus. Setelah batu bara menjadi ringan, batu bara tersebut akan mengapung dan dapat dipisahkan, sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah.
Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melakukan sejumlah cara, biasanya berdasarkan perbedaan kepadatannya seperti dalam mesin sentrifugal. Mesin sentrifugal adalah mesin yang memutar suatu wadah dengan sangat cepat, sehingga memisahkan benda padat dan benda cair yang berada di dalam wadah tersebut. Metode alternatif menggunakan kandungan permukaan yang berbeda dari batu bara dan limbah. Dalam ‘pengapungan berbuih,’ partikel-partikel batubara dipisahkan dalam buih yang dihasilkan oleh udara yang ditiupkan ke dalam rendaman air yang mengandung reagen kimia. Buih-buih tersebut akan menarik batu bara tapi tidak menarik limbah dan kemudian buih-buih tersebut dibuang untuk mendapatkan batu bara halus. Perkembangan teknolologi belakangan ini telah membantu meningkatkan perolehan materi batu bara yang sangat baik.
2.4. Kegunaan dan Distribusi Batubara
Dunia saat ini mengkonsumsi batu bara sebanyak lebih dari 4050 Jt. Batu bara digunakan diberbagai sektor – termasuk pembangkit listrik, produksi besi dan baja, pabrik semen dan sebagai bahan bakar cair. Batu bara kebanyakan digunakan untuk alat pembangkit listrik – batu bara ketel uap atau lignit – atau produksi besi dan baja – batu bara kokas.
Produksi Batu Bara Produksi batu bara saat ini berjumlah lebih dari 4030 Jt – suatu kenaikan sebesar 38% selama 20 tahun terakhir. Pertumbuhan produksi batu bara yang tercepat terjadi di Asia, sementara produksi batu bara di Eropa menunjukkan penurunan.
Negara penghasil batu bara terbesar tidak hanya terbatas pada satu daerah – lima negara penghasil batu bara terbesar adalah Cina, AS, India, Australia dan Afrika Selatan. Sebagian besar dari produksi batu bara dunia digunakan di negara tempat batu bara tersebut di produksi, hanya sekitar 18% dari produksi antrasit yang ditujukan untuk pasar batu bara internasional.
Produksi batu bara dunia diharapkan mencapai 7 milyar ton pada tahun 2030 – dengan Cina memproduksi sekitar setengah dari kenaikan itu selama jangka waktu tersebut. Produksi batu bara ketel uap diproyeksikan akan mencapai sekitar 5,2 milyar ton; batu bara kokas 624 juta ton; dan batu bara muda 1,2 milyar ton.
Konsumsi Batu Bara Batu bara memainkan peran yang penting dalam membangkitkan tenaga listrik dan peran tersebut terus berlangsung. Saat ini batu bara menjadi bahan bakar pembangkit listrik dunia sekitar 39% dan proporsi ini diharapkan untuk tetap berada pada tingkat demikian selama 30 tahun ke depan.
Konsumsi batu bara ketel uap diproyeksikan untuk tumbuh sebesar 1,5% per tahun dalam jangka waktu 2002-2030. Batubara muda , yang juga dipakai untuk membangkitkan tenaga listrik, akan tumbuh sebesar 1% per tahun. Kebutuhan batu bara kokas dalam industri besi dan baja diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar 0,9% per tahun selama jangka waktu tersebut.
Pasar batu bara yang terbesar adalah Asia, yang saat ini mengkonsumsi 54% dari konsumsi batu bara dunia – walaupun Cina akan memasok batu bara dalam proporsi yang besar. Banyak negara yang tidak memiliki sumber daya energi alami yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi mereka dan oleh karena itu mereka harus mengimpor energi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Contohnya Jepang, Cina Taipei dan Korea, mengimpor batu bara ketel uap untuk membangkitkan listrik dan batu bara kokas untuk produksi baja dalam jumlah yang besar.
Cara pengangkutan batu bara tergantung pada jaraknya. Untuk jarak dekat, batu bara umumnya diangkut dengan menggunakan ban berjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri, batu bara diangkut dengan menggunakan kereta api atau tongkang atau dengan alternatif lain dimana batu bara dicampur dengan air untuk membentuk bubur batu dan diangkut melalui jaringan pipa.
Kapal laut umumnya digunakan untuk pengakutan internasional dalam ukuran berkisar dari Handymax (40-60,000 DWT), Panamax (about 60-80,000 DWT) sampai kapal berukuran Capesize (sekitar 80,000+ DWT). Sekitar 700 juta ton (Jt) batu bara diperdagangkan secara internasional pada tahun 2003 dan sekitar 90% dari jumlah tersebut diangkut melalui laut. Pengangkutan batu bara dapat sangat mahal – dalam beberapa kasus, pengangkutan batu bara mencapai lebih dari 70% dari biaya pengiriman batu bara.

2.5  Pengelolaan Lingkungan PT Berau Coal
2.5.1 Program CSR (Corporate Social Responsibility) dan Comdev (Community Devolepment)
PT Berau Coal rutin mengalokasikan dana bagi program Corporate Social Responsibility (CSR) dan community development (Comdev) bagi masyarakat sekitar yang tahun ini dianggarkan sebesar Rp16,9 miliar. Namun disisi lain perusahaan pertambangan batu bara itu juga menyiapkan anggaran untuk program infrastruktur yang mencapai Rp 11,867 miliar, sehingga anggaran yang disiapkan mencapai Rp 28,833 miliar.
Berau Coal terus mengupayakan agar semua kegiatan penambangan memenuhi persyaratan praktik penambangan yang baik seuai peraturan yang ada. Mulai dari tahap perencanaan, proses penambangan hingga penutupan eks lahan tambang. Kegiatan pasca tambang dilakukan dengan merehabilitasi lahan dan mengupayakan agar ekosistem yang ada bisa berfungsi kembali, disesuaikan dengan penetapan tata ruang wilayah. Melalui upaya ini lahan bekas tambang, diharapkan tetap dapat difungsikan kembali, baik untuk kawasan lindung ataupun budidaya.
Di setiap operasional penambangannya, Berau coal menekankan pada sop yang mengacu pada sistem dan kebijakan pelestarian lingkungan, keselamatan kerja dan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat. Kemudian juga comply terhadap Undang-undang Mineral dan Batubara No. 4 tahun 2009 khususnya mengenai aturan pasca tambang sesuai Peraturan Pemerintah tentang Reklamasi dan Pascatambang di wilayah penambangan. Saat ini lokasi tambang (site) yang dikelola perusahaan terdapat di tiga lokasi, yakni Lati beroperasi pada tahun 1994, Binungan 1996 dan Sambrata pada 2001 yang yang terdapat di wilayah Kalimantan Timur.
Program pemberdayaan masyarakat/comdev dilakukan melalui Yayasan Dharma Bhakti Berau Coal (YDBBC) yang menekankan pada empat pilar :
·         program pendidikan dan pengetahuan yang mencakup wajib belajar 9 tahun, beasiswa pendidikan dan kualitas pendidikan.
 







·         Kesehatan dan nutrisi, mulai dari balita, posyandu dan pelayanan kesehatan hingga sanitasi lingkungan, termasuk limbah domestik, penanganan sampah rumah tangga dan pencegahan penyakit endemik.
 







·         program lingkungan dan budaya yang mencakup pengembangan wisata budaya dan pengembangan kesenian lokal.
 







·         program sosial ekonomi, yang terdiri dari pengembangan komiditas unggulan, seperti budidaya tanaman kakao, nilam, jeruk, karet hingga peternakan sapi.

2.4.5 Pengolaan Dampak dan Limbah
            Tambang batu bara – terutama tambang terbuka – memerlukan lahan yang luas untuk diganggu sementara. Hal tersebut menimbulkan permasalahan lingkungan hidup, termasuk erosi tanah, polusi debu, suara dan air, serta dampat terhadap keanekaragaman hayati setempat. Tindakan-tindakan dilakukan dalam poerasi tambang modern untuk menekan dampak-dampak tersebut. Perencanaan dan pengelolaan lingkungan yang baik akan menekan dampak pertambangan terhadap lingkungan hidup dan membantu melestarikan keanekaragaman hayati.
a.   Gangguan Lahan
            Dalam praktek yang terbaik, kajian-kajian lingkungan hidup sekitarnya dilaksanakan beberapa tahun sebelum suatu tambang batu bara dibuka untuk menentukan kondisi yang ada dan untuk mengidentifikasikan kepekaan dan masalah- masalah yang mungkin akan timbul. Kajian-kajian tersebut mempelajari dampak pertambangan terhadap air permukaan dan air tanah, tanah dan tata guna lahan setempat, tumbuhan alam serta populasi fauna. Simulasi komputer dapat dilakukan untuk melihat dampak-dampak terhadap lingkungan hidup setempat. Temuan-temuan tersebut kemudian dikaji sebagai bagian dari proses yang mengarah kepada pemberian izin pertambangan oleh pihak yang berwenang.
b.      Amblesan Tambang
            Masalah yang terkait dengan tambang batu bara bawah tanah adalah amblesan, dimana permukaan tanah ambles sebagai akibat dari ditambangnya batu bara di bawahnya. Setiap kegiatan tata guna lahan yang dapat menghadapkan harta benda pribadi atau harta milik sendiri atau bentang alam yang bernilai pada suatu risiko jelas merupakan suatu masalah. Suatu pemahaman menyeluruh dari pola penghidupan di suatu daerah memungkinkan untuk mengukur pengaruh dari tambang bawah tanah terhadap permukaan tanah. Hal ini memastikan pengambilan sumber daya batu bara sebanyak- banyaknya secara aman sementara melindungi penggunaan lahan lainnya.
c.    Pencemaran Air
            Acid mine drainage (AMD – drainage tambang asam) adalah air yang mengandung logam yang terbentuk dari reaksi kimia antara air dan batuan yang mengandung mineral belerang. Limpasan yang terbentuk biasanya mengandung asam dan seringkali berasal dari daerah dimana bijih – atau kegiatan tambang batubara telah membuka batuan yang mengandung pirit, mineral yang mengandung belerang. Meskipun demikian, drainase yang mengandung logam juga bisa terjadi di daerah yang mengandung mineral yang belum ditambang. AMD terbentuk pada saat pirit bereaksi terhadap udara dan air untuk membentuk asam belerang dan besi terlarutkan. Limpasan asam tersebut melarutkan logam-logam berat seperti tembaga, timbal dan merkuri ke dalam air tanah dan air permukaan.
            Ada metode pengelolaan tambang yang dapat menekan masalah AMD, dan sesain tambang yang efektif dapat melindungi air dari material yang mengandung asam serta membantu mencegah terjadinya AMD. AMD dapat diolah secara pasif atau aktif. Pengolahan aktif termasuk mendirikan pabrik pengolahan air dimana AMD diberikan kapur untuk menetralisir asam dan kemudian dialirkan ke tangki pengendapan untuk membuang sedimen dan partikel-partikel logam. Pengolahan pasif dimaksudkan untuk mengembangkan sistem yang beroperasi sendiri yang dapat mengolah efluen tanpa ada campur tangan manusia yang konstan.
d.      Polusi Debu & Suara
            Selama operasi pertambangan, dampak polusi udara dan suara terhadap para pekerja dan masyarakat setempat dapat ditekan dengan teknik-teknik perencanaan tambang modern dan peralatan khusus. Selama operasi pertambangan debu dapat ditimbulkan oleh truk-truk yang berjalan diatas jalan yang tidak diaspal, operasi pemecahan batu bara, operasi pengeboran dan peniupan angin di daerah yang terganggu oleh pertambangan.
            Debu bisa dikendalikan dengan menyiramkan air ke jalanan, tumpukan batu bara atau ban berjalan. Tindakan-tindakan lain juga bisa dilakukan termasuk memasang sistem pengumpulan debu pada mata bor dan membeli lahan tambahan di sekitar tambang untuk dijadikan zona penyangga antara tambang dan daerah sekitarnya. Pepohonan yang ditanam di zona penyangga tersebut juga bisa menekan dampak pandangan dari operasi penambangan terhadap masyarakat setempat. Kebisingan bisa dikendalikan dengan melakukan pemilihan peralatan dan penyekatan secara hati-hati serta keterpaparan suara di sekitar mesin. Dalam praktek yang terbaik, setiap tapak harus terpasang peralatan pemantauan kebisingan dan getaran sehingga tingkat kebisingan dapat diukur untuk memastikan bahwa tambang berada dalam batas yang telah ditentukan.
e.       Rehabilitasi
            Tambang batu bara hanya menggunakan lahan untuk sementara waktu, sehingga penting dilakukan rehabilitasi lahan segera setelah kegiatan penambangan dihentikan. Dalam praktek yang terbaik, rencana rehabilitasi atau reklamasi rinci dirancang dan disetujui untuk setiap tambang batu bara, sejak awal kegiatan penambangan sampai kegiatan penambangan tersebut selesai. Reklamasi lahan merupakan satu kesatuan dari kegiatan pertambangan moderen di seluruh dunia dan biaya rehabilitasi lahan segera setelah penambangandihentikan dibebankan pada biaya operasi penambangan.
            Kegiatan reklamasi tambang dilaksanakan secara bertahap – pembentukan dan pembentukan kontur tanah galian, penggantian tanah penutup, pembibitan dengan rumput dan penanaman pohon pada daerah yang ditambang. Perhatian diberikan untuk merelokasikan aliran sungai, margasatwa dan sumber daya berharga lainnya.
            Lahan yang direklamasi dapat digunakan untuk berbagai keperluaan, termasuk pertanian, kehutanan, habitat margasatwa dan rekreasi.
f.       Menggunakan Gas Metana dari Tambang Batu Bara
            Metana (CH4) adalah gas yang terbentuk sebagai bagian dari proses pembentukan batu bara. Gas tersebut keluar dari lapisan batu bara dan di sekitar strata yang terganggu selama kegiatan penambangan.
            Gas metana adalah gas rumah kaca yang potensial – diperkirakan memberikan kontribusi sebesar 18% dari seluruh pengaruh pemsanan global yang timbul dari kegiatan manusia (CO2diperkirakan memberikan kontribusi sebesar 50%). Sementara batu bara bukan satu-satunya sumber daya yang mengeluarkan gas metana – produksi beras di sawah basah dan kegiatan lainnya merupakan emiten utama – metana dari lapisan batu bara dapat digunakan daripada dilepaskan ke atmosfir dengan manfaat lingkungan hidup yang penting.
            Coal mine methane (CMM – metana tambang batubara) adalah metana yang disemburkan oleh lapisan batu bara selama penambangan batu bara. Coalbed methane (CBM – Metana Lapisan Batu Bara) adalah gas metana yang terperangkap pada lapisan batu bara yang tidak atau tidak akan ditambang.
            Gas metana sangat mudah meledak dan harus dikeringkan selama kegiatan penambangan untuk menjaga keamanan kondisi kerja. Pada tambang bawah tanah yang aktif, sistem ventilasi berskala besar memindahkan udara dalam kuantitas yang besar melalui tambang untuk menajaga tambang agar tetap aman namun juga mengemisi gas metana dalam konsentrasi yang sangat kecil ke atmosfir. Beberapa tambang aktif dan tua menghasilkan gas metana melalui sistem degasifikasi, juga dikenal sebagai sistem drainase gas yang menggunakan sumur-sumur untuk mendapatkan gas metana.
            Selain meningkatkan keselamatan pada tambang batu bara, penggunaan CMM meningkatklan kinerja lingkungan hidup dari suatu kegiatan penambangan batu bara dan dapat memiliki manfaat komersial. Gas metana tambang batu bara memlilki berbagai kegunaan, termasuk produksi listrik di tapak dan di luar tapak, penggunaan dalam proses industri dan sebagai bahan bakar untuk menghidupkan ketel.
            Metana lapisan batu bara dapat diambil dengan melakukan pengeboran ke dalam dan memecahkan secara mekanis lapisan batu bara yang belum diolah. Sementara CBM digunakan, batu baranya sendiri belum ditambang.
           

    

    



0 komentar:

Posting Komentar