BAB II
ISI
ISI
2.1 Profil PT Berau Coal
VISI
“Menunjang
perwujudan masa depan cemerlang melalui peran aktifnya sebagai pengalihragam
energi yang eksponensial”
MISI
“Usaha
kami adalah mengelola sumber daya alam menjadi sumber energi dengan standard operasional
yang mengutamakan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.”
Berau Coal didirikan pada tahun 1983 untuk melakukan
survey, mengeksplorasi, mengembangkan dan melakukan penambangan batubara, serta
untuk memindahkan, menyimpan, menjual dan mengeksplor batubara dari area yang
menjadi wilayah konsesinya. Pada tahun 1983, Berau Coal menandatangani PKP2B
dengan PT. Perusahaan Umum Tambang Batubara (PUTB), perusahaan milik negara
yang memiliki kewenangan untuk memberikan konsesi pertambangan batubara. Sesuai
PKP2B tersebut Berau coal memperoleh izin untuk melakukan kegiatan penambangan
di wilayah konsesinya yang meliputi 487.217 hektar di Kalimantan Timur,
Indonesia. Setelah melakukan studi kelayakan penambangan dan sebagaimana
ternyata di dalam Keputusan tentang Penciutan dan Perluasan Wilayah Perjanjian
Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Tahap Kegiatan Berau Coal
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, pada 7
April 2005 Berau Coal melepaskan dengan sukarela sebagian wilayah konsensinya,
sehingga hanya memiliki 118.400 hektar sisa wilayah konsesi.
Berau Coal pada saat ini mengoperasikan 3 tambang
aktif,.Setiap
situs tambang dikerjakan oleh kontraktor yang berbeda dengan pengawasan
kualitas yang ketat oleh perusahaan.
·
Situs tambang Lati
Dari situs Lati, batubara diproduksi
dan diracik menjadi merek Agathis dan Sungkai. Jumlah cadangan batubara yang
dimaksud senilai lebih dari 745 juta ton. Batubara digali dengan ekskavator (
penggaruk) hidrolik dan dimuat pada truk tumpah. Dari situs tambang, batubara
diangkut ke instalasi proses melalui poros jalan yang mapan pada segala cuaca.
Batubara kemudian dihancurkan hingga ukuran yang telah dirancang dan ditetapkan
kemudian ditempatkan pada penimbunan lalu dimuat ke tongkang.
·
Situs Binungan
Dari lokasi tambang di Binungan,
batubara diracik menjadi jenis dan merk Eboy dan Mahoni/Mahoni B. Pada lokasi
ini keseluruhan cadangan batubara yang layak ditambang pada Blok 1-4, Blok 5, 6
dan 7 lebih dari 300 juta ton. Proses penambangan mirip seperti yang dilakukan
di Lati. Dari lokasi penambangan, batubara diangkut instalasi pemecahan
batubara yang berjarak kira-kira 2.5 km. Batubara tersebut kemudian di
hancurkan, diaduk dan dimuat ke dalam truk. Dari sana, batubara yang siap
dipasarkan ini diangkut sejauh 28 km menuju terminal batubara Suaran untuk
diaduk menjadi stok produk dan selanjutnya dimuat ke tongkang.
·
Situs Sambarata
Pada lokasi ini diproduksi batubara jenis dan merek Eboni.
Situs ini memiliki cadangan sekitar 190 juta ton. Proses penambangan hingga
dimuat di tongkang sama dengan Lati dan Binungan namun jarak dari lokasi
penambangan ke instalasi pemecahan batubara lebih pendek yaitu 2 km.
Berau Coal menyediakan batubara, baik secara
langsung maupun melalui agen pemasaran, kepada pelanggan-pelanggan di Indonesia
dan negara-negara lainnya di Asia. Pelanggan-pelanggannya sebagian besar
merupakan perusahaan-perusahaan utilitas dan perdagangan batubara yang membeli
batubara untuk dijual kembali. Dalam beberapa tahun terakhir, Berau Coal
menghasilkan kurang lebih 40% dari total penjualannya dari penjualan domestic
dan sekitar 60% sisanya dari penjualan ke luar negeri. Berau Coal mengekspor
batubaranya ke pelanggan-pelanggan di Cina, Hong Kong, India, Jepang, Korea
Selatan, Taiwan, dan Thailand.
Berau Coal memproduksi batubara “thermal” dari 3
lokasi pertambangannya yang dipasarkan menggunakan 4 label: “Mahoni”, “Mahoni
B”, “Agathis”, dan “Sungkai”, dengan kualitas kalori berkisar antara 5000-5600
kcal/kg dan dengan kualitas abu dan sulfur yang sesuai untuk pembangkit
batubara di Indonesia dan Negara-negara Asia lainnya.
2.2. Proses Penambangan
Batubara
2.2.1 Pembersihan lahan (land clearing).
Pembersihan lahan ini dilaksanakan untuk
memisahkan pepohonan dari tanah tempat pohon tersebut tumbuh, sehingga nantinya
tidak tercampur dengan tanah subsoilnya. Pepohonan (tidak berbatang kayu keras)
yang dipisahkan ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai humus pada saat
pelaksanaan reklamasi.
Kegiatan pembersihan lahan ini baru
dilaksanakan pada lahan yang benar-benar segera akan ditambang. Sedangkan lahan
yang belum segera ditambang wajib tetap dipertahankan pepohonan yang tumbuh di
lahan tersebut. Hal ini sebagai wujud bahwa perusahaan tambang tetap
memperhatikan aspek pengelolaan atau lindungan lingkungan tambang.
2.2.2
Pengupasan tanah pucuk (top soil).
Pengupasan tanah
pucuk ini dilakukan terlebih dulu dan ditempatkan terpisah terhadap batuan
penutup (over burden), agar pada saat pelaksanaan reklamasi dapat dimanfaatkan
kembali. Pengupasan top soil ini dilakukan sampai pada batas lapisan subsoil,
yaitu pada kedalaman dimana telah sampai di lapisan batuan penutup (tidak
mengandung unsur hara).
Kegiatan
pengupasan tanah pucuk ini terjadi jika lahan yang digali masih berupa rona
awal yang asli (belum pernah digali/tambang). Sedangkan untuk lahan yang bekas
“peti (penambangan liar)” biasanya lapisan top soil tersebut telah tidak ada,
sehingga kegiatan tambang diawali langsung dengan penggalian batuan penutup.
Tanah pucuk yang
telah terkupas selanjutnya di timbun dan dikumpulkan pada lokasi tertentu yang
dikenal dengan istilah Top Soil Bank. Untuk selanjutnya tanah pucuk yang
terkumpul di top soil bank pada saatnya nanti akan dipergunakan sebagai pelapis
teratas pada lahan disposal yang telah berakhir dan memasuki tahapan program
reklamasi.
2.2.3
Pemompaan air tambang (jika terdapat genangan air di pit).
Pemompaan air
tambang dilakukan dengan menggunakan mesin pompa Allight dan Caterpillar dengan
kapasitas maksimal masing-masing sekitar 200 lt/dt. Pompa ini tidak setiap saat
digunakan, penggunaannya hanya apabila kondisi tambang cukup terganggu dengan
adanya genangan air dalam jumlah banyak.
Air hasil kegiatan
pemompaan air tambang ini disalurkan ke kolam penampungan (settling pond) yang
terdiri dari 3 kompartemen, yaitu :
·
Kompartemen
pertama, untuk mengendapkan kandungan lumpur yang ikut larut dalam aliran air
tambang yang terpompa.
·
Kompartemen kedua,
untuk penanganan (treatmen) kualitas pH air tambang yang dihasilkan, dimana air
tambang harus ber-pH standard sesuai batasan baku mutu air tambang yang
diijinkan.
·
Kompartemen
ketiga, untuk kolam penstabilan air tambang dan titik penataan kualitas air
tambang sebelum air tambang tersebut disalurkan ke perairan umum atau sungai.
Mengapa air
tambang ini harus disalurkan ke settling pond terlebih dulu, untuk selanjutnya
baru boleh disalurkan ke perairan umum ? hal ini sebagai upaya pencegahan
terjadinya air asam tambang (AAT). AAT adalah air yang berasal dari areal
pertambangan yang bersifat asam (ph<7) sebagai akibat teroksidasinya mineral
sulfide pada batuan pada kondisi lahan yang terbuka dan adanya air. Sifat AAT
adalah asam sehingga cenderung merusak lingkungan, baik terhadap hewan biota
air maupun tumbuhan disekitar perairan tersebut.
2.2.4
Penggalian tanah penutup (over burden).
Penggalian batuan penutup (over burden,
disingkat OB) dilakukan pertama kali dengan menggunakan alat gali
berupa alat berat jenis big bulldozer yang berfungsi sebagai alat pemecah
bebatuan (prosesripping dan dozing). Batuan penutup yang telah hancur tersebut selanjutnya diangkat
oleh alat berat jenis excavator dan dipindahkan ke alat angkut. Sedangkan alat
angkut batuan penutup ini berupa dump truck dengan kapasitas muat/angkut
maksimal 20 ton. Dump truck ini beroperasi dari loading point di front tambang
menuju ke areal disposal yang berjarak 4 km (pulang pergi).
Penimbunan batuan penutup di disposal ini
harus dilakukan secara bertahap, yaitu dimulai dengan membuat lapisan OB dasar
seluas areal disposal (luas maksimal) yang telah ditentukan. Untuk selanjutnya
dilakukan kegiatan penimbunan OB naik ke atas secara bertahap atau berjenjang
dengan luasan semakin mengecil, hingga membentuk sebuah bukit atau gunung yang
berterasering.<br />Jika disposal ini nantinya telah dinyatakan selesai,
maka permukaan terasering disposal akan diberi lapisan top soil (diambil dari
top soil bank) setebal sekitar 50 ~ 100 centimeter dan permukaan akhir dibentuk
kontur landai membentuk bukit/ gunung yang rata (tidak terasering). Sedangkan
derajat kemiringan kontur bukit ini sekitar 14 derajat. Hal ini untuk
menghindari terfokusnya air limpasan disposal sehingga dapat menimbulkan erosi
yang besar (tidak ramah lingkungan).
2.2.5
Penambangan batubara (coal cleaning & coal getting ke ROM).
Setelah penggalian batuan penutup selesai dan lapisan
batubara mulai terekspose, maka kegiatan penambangan berikutnya adalah proses
pembersihan lapisan batubara dari unsure pengotor (sisa batuan penutup dan/atau
parting). Kegiatan ini dikenal dengan istilah coal cleaning. Hasil kegiatan
coal cleaning ini adalah lapisan batubara yang bersih dan berkualitas.
Proses coal cleaning ini dilakukan oleh alat excavator
yang telah dilengkapi dengan cutting blade pada sisi luar kuku bucket. Hal ini
menjadikan ujung bucket bukan berupa kuku tajam, melainkan berupa ujung bucket
yang datar rata. Unsur pengotor yang berada di atas lapisan batubara dapat
dihilangkan hingga sebersih mungkin.
Sedangkan proses pemuatan batubara ke alat angkut dilakukan oleh unit excavator, dimana alat angkut yang digunakan yaitu dump truck dengan kapasitas muatan 20 ton. Selanjutnya batubara tersebut diangkut menuju ke stockpile mini tambang (ROM). Hal ini dilakukan agar proses penambangan batubara di front tambang dapat berlangsung lebih cepat, jika dibandingkan dengan pengangkutan batubara secara langsung dari front tambang ke stockpile pelabuhan.
2.3 Proses Pengolahan
Batubara
Batu bara yang langsung diambil dari bawah tanah,
disebut batu bara tertambang run-of-mine (ROM), seringkali memiliki kandungan
campuran yang tidak diinginkan seperti batu dan lumpur dan berbentuk pecahan
dengan berbagai ukuran. Namun demikian pengguna batu bara membutuhkan batu bara
dengan mutu yang konsisten. Pengolahan batu bara – juga disebut pencucian batu
bara (“coal benification” atau “coal washing”) mengarah pada penanganan batu
bara tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian dengan
kebutuhan pengguna akhir tertentu.
Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batu
bara dan tujuan penggunaannya. Batu bara tersebut mungkin hanya memerlukan
pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks
untuk mengurangi kandungan campuran.
Untuk menghilangkan kandungan campuran, batu bara
terambang mentah dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam
berbagai ukuran. Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan
menggunakan metode ‘pemisahan media padatan.’ Dalam proses demikian, batu bara
dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki
berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk
mangnetit tanah halus. Setelah batu bara menjadi ringan, batu bara tersebut
akan mengapung dan dapat dipisahkan, sementara batuan dan kandungan campuran
lainnya yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah.
Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melakukan
sejumlah cara, biasanya berdasarkan perbedaan kepadatannya seperti dalam mesin
sentrifugal. Mesin sentrifugal adalah mesin yang memutar suatu wadah dengan
sangat cepat, sehingga memisahkan benda padat dan benda cair yang berada di
dalam wadah tersebut. Metode alternatif menggunakan kandungan permukaan yang
berbeda dari batu bara dan limbah. Dalam ‘pengapungan berbuih,’
partikel-partikel batubara dipisahkan dalam buih yang dihasilkan oleh udara
yang ditiupkan ke dalam rendaman air yang mengandung reagen kimia. Buih-buih
tersebut akan menarik batu bara tapi tidak menarik limbah dan kemudian
buih-buih tersebut dibuang untuk mendapatkan batu bara halus. Perkembangan
teknolologi belakangan ini telah membantu meningkatkan perolehan materi batu
bara yang sangat baik.
2.4. Kegunaan dan
Distribusi Batubara
Dunia saat ini mengkonsumsi batu bara sebanyak lebih
dari 4050 Jt. Batu bara digunakan diberbagai sektor – termasuk pembangkit
listrik, produksi besi dan baja, pabrik semen dan sebagai bahan bakar cair.
Batu bara kebanyakan digunakan untuk alat pembangkit listrik – batu bara ketel
uap atau lignit – atau produksi besi dan baja – batu bara kokas.
Produksi Batu Bara Produksi batu bara saat ini
berjumlah lebih dari 4030 Jt – suatu kenaikan sebesar 38% selama 20 tahun
terakhir. Pertumbuhan produksi batu bara yang tercepat terjadi di Asia,
sementara produksi batu bara di Eropa menunjukkan penurunan.
Negara penghasil batu bara terbesar tidak hanya
terbatas pada satu daerah – lima negara penghasil batu bara terbesar adalah
Cina, AS, India, Australia dan Afrika Selatan. Sebagian besar dari produksi
batu bara dunia digunakan di negara tempat batu bara tersebut di produksi,
hanya sekitar 18% dari produksi antrasit yang ditujukan untuk pasar batu bara
internasional.
Produksi batu bara dunia diharapkan mencapai 7
milyar ton pada tahun 2030 – dengan Cina memproduksi sekitar setengah dari
kenaikan itu selama jangka waktu tersebut. Produksi batu bara ketel uap
diproyeksikan akan mencapai sekitar 5,2 milyar ton; batu bara kokas 624 juta
ton; dan batu bara muda 1,2 milyar ton.
Konsumsi Batu Bara Batu bara memainkan peran yang
penting dalam membangkitkan tenaga listrik dan peran tersebut terus
berlangsung. Saat ini batu bara menjadi bahan bakar pembangkit listrik dunia
sekitar 39% dan proporsi ini diharapkan untuk tetap berada pada tingkat
demikian selama 30 tahun ke depan.
Konsumsi batu bara ketel uap diproyeksikan untuk
tumbuh sebesar 1,5% per tahun dalam jangka waktu 2002-2030. Batubara muda ,
yang juga dipakai untuk membangkitkan tenaga listrik, akan tumbuh sebesar 1%
per tahun. Kebutuhan batu bara kokas dalam industri besi dan baja diperkirakan
akan mengalami kenaikan sebesar 0,9% per tahun selama jangka waktu tersebut.
Pasar batu bara yang terbesar adalah Asia, yang saat
ini mengkonsumsi 54% dari konsumsi batu bara dunia – walaupun Cina akan memasok
batu bara dalam proporsi yang besar. Banyak negara yang tidak memiliki sumber
daya energi alami yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi mereka dan oleh
karena itu mereka harus mengimpor energi untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Contohnya Jepang, Cina Taipei dan Korea, mengimpor batu bara ketel uap untuk
membangkitkan listrik dan batu bara kokas untuk produksi baja dalam jumlah yang
besar.
Cara pengangkutan batu bara tergantung pada
jaraknya. Untuk jarak dekat, batu bara umumnya diangkut dengan menggunakan ban
berjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri,
batu bara diangkut dengan menggunakan kereta api atau tongkang atau dengan
alternatif lain dimana batu bara dicampur dengan air untuk membentuk bubur batu
dan diangkut melalui jaringan pipa.
Kapal laut umumnya digunakan untuk pengakutan
internasional dalam ukuran berkisar dari Handymax (40-60,000 DWT), Panamax
(about 60-80,000 DWT) sampai kapal berukuran Capesize (sekitar 80,000+ DWT).
Sekitar 700 juta ton (Jt) batu bara diperdagangkan secara internasional pada
tahun 2003 dan sekitar 90% dari jumlah tersebut diangkut melalui laut.
Pengangkutan batu bara dapat sangat mahal – dalam beberapa kasus, pengangkutan
batu bara mencapai lebih dari 70% dari biaya pengiriman batu bara.
2.5 Pengelolaan Lingkungan PT Berau Coal
2.5.1
Program CSR (Corporate Social Responsibility) dan Comdev (Community Devolepment)
PT Berau Coal rutin mengalokasikan dana bagi program
Corporate Social Responsibility (CSR) dan community development (Comdev) bagi
masyarakat sekitar yang tahun ini dianggarkan sebesar Rp16,9 miliar. Namun
disisi lain perusahaan pertambangan batu bara itu juga menyiapkan anggaran
untuk program infrastruktur yang mencapai Rp 11,867 miliar, sehingga anggaran
yang disiapkan mencapai Rp 28,833 miliar.
Berau Coal terus mengupayakan agar semua kegiatan
penambangan memenuhi persyaratan praktik penambangan yang baik seuai peraturan
yang ada. Mulai dari tahap perencanaan, proses penambangan hingga penutupan eks
lahan tambang. Kegiatan pasca tambang dilakukan dengan merehabilitasi lahan dan
mengupayakan agar ekosistem yang ada bisa berfungsi kembali, disesuaikan dengan
penetapan tata ruang wilayah. Melalui upaya ini lahan bekas tambang, diharapkan
tetap dapat difungsikan kembali, baik untuk kawasan lindung ataupun budidaya.
Di setiap operasional penambangannya, Berau coal
menekankan pada sop yang mengacu pada sistem dan kebijakan pelestarian
lingkungan, keselamatan kerja dan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat.
Kemudian juga comply terhadap Undang-undang Mineral dan Batubara No. 4 tahun
2009 khususnya mengenai aturan pasca tambang sesuai Peraturan Pemerintah
tentang Reklamasi dan Pascatambang di wilayah penambangan. Saat ini lokasi
tambang (site) yang dikelola perusahaan terdapat di tiga lokasi, yakni Lati
beroperasi pada tahun 1994, Binungan 1996 dan Sambrata pada 2001 yang yang
terdapat di wilayah Kalimantan Timur.
Program pemberdayaan masyarakat/comdev dilakukan melalui Yayasan Dharma Bhakti Berau Coal (YDBBC)
yang menekankan pada empat pilar :
·
program pendidikan dan
pengetahuan yang mencakup wajib belajar 9 tahun, beasiswa pendidikan dan
kualitas pendidikan.
·
Kesehatan dan nutrisi,
mulai dari balita, posyandu dan pelayanan kesehatan hingga sanitasi lingkungan,
termasuk limbah domestik, penanganan sampah rumah tangga dan pencegahan
penyakit endemik.
·
program lingkungan dan
budaya yang mencakup pengembangan wisata budaya dan pengembangan kesenian
lokal.
·
program sosial ekonomi,
yang terdiri dari pengembangan komiditas unggulan, seperti budidaya tanaman
kakao, nilam, jeruk, karet hingga peternakan sapi.
2.4.5 Pengolaan Dampak
dan Limbah
Tambang batu bara – terutama tambang
terbuka – memerlukan lahan yang luas untuk diganggu sementara. Hal tersebut
menimbulkan permasalahan lingkungan hidup, termasuk erosi tanah, polusi debu,
suara dan air, serta dampat terhadap keanekaragaman hayati setempat.
Tindakan-tindakan dilakukan dalam poerasi tambang modern untuk menekan
dampak-dampak tersebut. Perencanaan dan pengelolaan lingkungan yang baik akan
menekan dampak pertambangan terhadap lingkungan hidup dan membantu melestarikan
keanekaragaman hayati.
a.
Gangguan
Lahan
Dalam praktek yang terbaik, kajian-kajian lingkungan
hidup sekitarnya dilaksanakan beberapa tahun sebelum suatu tambang batu bara
dibuka untuk menentukan kondisi yang ada dan untuk mengidentifikasikan kepekaan
dan masalah- masalah yang mungkin akan timbul. Kajian-kajian tersebut
mempelajari dampak pertambangan terhadap air permukaan dan air tanah, tanah dan
tata guna lahan setempat, tumbuhan alam serta populasi fauna. Simulasi komputer
dapat dilakukan untuk melihat dampak-dampak terhadap lingkungan hidup setempat.
Temuan-temuan tersebut kemudian dikaji sebagai bagian dari proses yang mengarah
kepada pemberian izin pertambangan oleh pihak yang berwenang.
b.
Amblesan
Tambang
Masalah
yang terkait dengan tambang batu bara bawah tanah adalah amblesan, dimana
permukaan tanah ambles sebagai akibat dari ditambangnya batu bara di bawahnya.
Setiap kegiatan tata guna lahan yang dapat menghadapkan harta benda pribadi
atau harta milik sendiri atau bentang alam yang bernilai pada suatu risiko
jelas merupakan suatu masalah. Suatu pemahaman menyeluruh dari pola penghidupan
di suatu daerah memungkinkan untuk mengukur pengaruh dari tambang bawah tanah
terhadap permukaan tanah. Hal ini memastikan pengambilan sumber daya batu bara
sebanyak- banyaknya secara aman sementara melindungi penggunaan lahan lainnya.
c.
Pencemaran
Air
Acid
mine drainage (AMD – drainage tambang asam) adalah air yang mengandung logam
yang terbentuk dari reaksi kimia antara air dan batuan yang mengandung mineral
belerang. Limpasan yang terbentuk biasanya mengandung asam dan seringkali
berasal dari daerah dimana bijih – atau kegiatan tambang batubara telah membuka
batuan yang mengandung pirit, mineral yang mengandung belerang. Meskipun
demikian, drainase yang mengandung logam juga bisa terjadi di daerah yang mengandung
mineral yang belum ditambang. AMD terbentuk pada saat pirit bereaksi terhadap
udara dan air untuk membentuk asam belerang dan besi terlarutkan. Limpasan asam
tersebut melarutkan logam-logam berat seperti tembaga, timbal dan merkuri ke
dalam air tanah dan air permukaan.
Ada
metode pengelolaan tambang yang dapat menekan masalah AMD, dan sesain tambang
yang efektif dapat melindungi air dari material yang mengandung asam serta
membantu mencegah terjadinya AMD. AMD dapat diolah secara pasif atau aktif. Pengolahan
aktif termasuk mendirikan pabrik pengolahan air dimana AMD diberikan kapur
untuk menetralisir asam dan kemudian dialirkan ke tangki pengendapan untuk
membuang sedimen dan partikel-partikel logam. Pengolahan pasif dimaksudkan
untuk mengembangkan sistem yang beroperasi sendiri yang dapat mengolah efluen
tanpa ada campur tangan manusia yang konstan.
d.
Polusi
Debu & Suara
Selama
operasi pertambangan, dampak polusi udara dan suara terhadap para pekerja dan
masyarakat setempat dapat ditekan dengan teknik-teknik perencanaan tambang
modern dan peralatan khusus. Selama operasi pertambangan debu dapat ditimbulkan
oleh truk-truk yang berjalan diatas jalan yang tidak diaspal, operasi pemecahan
batu bara, operasi pengeboran dan peniupan angin di daerah yang terganggu oleh
pertambangan.
Debu
bisa dikendalikan dengan menyiramkan air ke jalanan, tumpukan batu bara atau
ban berjalan. Tindakan-tindakan lain juga bisa dilakukan termasuk memasang
sistem pengumpulan debu pada mata bor dan membeli lahan tambahan di sekitar
tambang untuk dijadikan zona penyangga antara tambang dan daerah sekitarnya.
Pepohonan yang ditanam di zona penyangga tersebut juga bisa menekan dampak
pandangan dari operasi penambangan terhadap masyarakat setempat. Kebisingan
bisa dikendalikan dengan melakukan pemilihan peralatan dan penyekatan secara
hati-hati serta keterpaparan suara di sekitar mesin. Dalam praktek yang
terbaik, setiap tapak harus terpasang peralatan pemantauan kebisingan dan
getaran sehingga tingkat kebisingan dapat diukur untuk memastikan bahwa tambang
berada dalam batas yang telah ditentukan.
e.
Rehabilitasi
Tambang
batu bara hanya menggunakan lahan untuk sementara waktu, sehingga penting
dilakukan rehabilitasi lahan segera setelah kegiatan penambangan dihentikan.
Dalam praktek yang terbaik, rencana rehabilitasi atau reklamasi rinci dirancang
dan disetujui untuk setiap tambang batu bara, sejak awal kegiatan penambangan
sampai kegiatan penambangan tersebut selesai. Reklamasi lahan merupakan satu
kesatuan dari kegiatan pertambangan moderen di seluruh dunia dan biaya
rehabilitasi lahan segera setelah penambangandihentikan dibebankan pada biaya
operasi penambangan.
Kegiatan
reklamasi tambang dilaksanakan secara bertahap – pembentukan dan pembentukan
kontur tanah galian, penggantian tanah penutup, pembibitan dengan rumput dan
penanaman pohon pada daerah yang ditambang. Perhatian diberikan untuk
merelokasikan aliran sungai, margasatwa dan sumber daya berharga lainnya.
Lahan
yang direklamasi dapat digunakan untuk berbagai keperluaan, termasuk pertanian,
kehutanan, habitat margasatwa dan rekreasi.
f.
Menggunakan
Gas Metana dari Tambang Batu Bara
Metana
(CH4) adalah gas yang terbentuk sebagai bagian dari proses pembentukan batu
bara. Gas tersebut keluar dari lapisan batu bara dan di sekitar strata yang
terganggu selama kegiatan penambangan.
Gas
metana adalah gas rumah kaca yang potensial – diperkirakan memberikan
kontribusi sebesar 18% dari seluruh pengaruh pemsanan global yang timbul dari
kegiatan manusia (CO2diperkirakan memberikan kontribusi sebesar 50%). Sementara
batu bara bukan satu-satunya sumber daya yang mengeluarkan gas metana –
produksi beras di sawah basah dan kegiatan lainnya merupakan emiten utama –
metana dari lapisan batu bara dapat digunakan daripada dilepaskan ke atmosfir
dengan manfaat lingkungan hidup yang penting.
Coal
mine methane (CMM – metana tambang batubara) adalah metana yang disemburkan
oleh lapisan batu bara selama penambangan batu bara. Coalbed methane (CBM –
Metana Lapisan Batu Bara) adalah gas metana yang terperangkap pada lapisan batu
bara yang tidak atau tidak akan ditambang.
Gas
metana sangat mudah meledak dan harus dikeringkan selama kegiatan penambangan
untuk menjaga keamanan kondisi kerja. Pada tambang bawah tanah yang aktif,
sistem ventilasi berskala besar memindahkan udara dalam kuantitas yang besar
melalui tambang untuk menajaga tambang agar tetap aman namun juga mengemisi gas
metana dalam konsentrasi yang sangat kecil ke atmosfir. Beberapa tambang aktif
dan tua menghasilkan gas metana melalui sistem degasifikasi, juga dikenal
sebagai sistem drainase gas yang menggunakan sumur-sumur untuk mendapatkan gas
metana.
Selain
meningkatkan keselamatan pada tambang batu bara, penggunaan CMM meningkatklan
kinerja lingkungan hidup dari suatu kegiatan penambangan batu bara dan dapat
memiliki manfaat komersial. Gas metana tambang batu bara memlilki berbagai
kegunaan, termasuk produksi listrik di tapak dan di luar tapak, penggunaan
dalam proses industri dan sebagai bahan bakar untuk menghidupkan ketel.
Metana
lapisan batu bara dapat diambil dengan melakukan pengeboran ke dalam dan
memecahkan secara mekanis lapisan batu bara yang belum diolah. Sementara CBM
digunakan, batu baranya sendiri belum ditambang.
0 komentar:
Posting Komentar